Tuesday, December 10, 2013

Perkenalkan The Hunt



Menuliskan semua-semua apa yang sedang saya rasakan seperti bukan diri saya. Apa mau dikata, ingatan saya terbatas. Tidak mungkin semua-muanya bisa saya ingat dan itu memang tidak perlu. Tetapi rasanya seperti saya kurang menyuskuri nikmat serta karunia hidup pada era postmodern dimana teknologi sudah menjadi bagian dari kehidupan, jadi saya memutuskan untuk menyimpan beberapa hal istimewa dengan media blog ini.
Baik saya akan menceritakan sebuah pengalaman saya ketika menonton film the hunt. Sesungguhnya saya sedikit tidak setuju bagaimana saya menceritakan ulang pengalaman tersebut karena review film itu sudah saya sepakati dengan diri saya sendiri untuk tidak diterbitkan kedalam jurnal elektronik gratisan ini, kalau resensi film yang saya tonton ditulis setiap hari saya hanya akan buat review. Jika tidak ditulis hanya yang terpilih, saya merasa saya ini siapa kok berani memilah milih mana film yang baik mana yang tidak, mengerti tentang film saja tidak. Tetapi kali ini berbeda air mata saya habis, emosi saya tergojlok naik turun.
Saya seperti sedang dikerjai oleh sebuah film. Pada bagian pertama saya sudah terperangkap untuk terlebih dahulu menempatkan posisi dimana saya berpihak. Bejalan durasi kebagian tengah air mata saya habis bercucuran, keperkasaan yang selama ini saya kontruksi untuk melawan hegemoni sedikit demi sedikit luntur. Saya mencoba sebisa mungkin untuk tidak menangis, jika sudah menangis urusanya panjang, suka susah berhentinya. Namun apalah daya, kontruksi memilih saya untuk menjadi makhluk yang emosional. Beberapa kali saya menarik napas karena dikagetkan pada beberapa adegan yang terlalu alami untuk tidak diperdulikan.
******
Perkenalkan the hunt, film ini membuat saya sedih bukan karena kisah asmara atau roman yang membuat banyak orang memimpikanya. Film ini mengambil hati penontonya karena mengingatkan bahwa kebenaran tidak selamanya menjadi benar. Pandangan benar sesungguhnya juga mengalami kontruksi, bagaimana benar adalah yang umumnya terjadi. Mungkin film ini mewakilkan realitas yang sering ditampilkan media ketika segolongan orang berteriak mengenai apa yang mereka yakini benar, bersusah payah membuktikanya lalu hanya mendapatkan tanggapan apatis, tanggapan yang mengeneralisasi, serta justufikasi berlebihan. Sebagai manusia merupakan kewajiban untuk menggunakan akal fikiran serta nurani agar bisa mendekatkan kepada hal yang benar. Namun film itu menampakan yang sebaliknya. Sebuah penampakan yang sepertinya sangat deat dengan kehidupan sehari-hari. Dimana makhluk semuanya tampak tak berakal dan memperlakukan sesamanya dengan cara yang sangat jauh dengan nurani.
Manusia dengan segala keterbatasanya tetap harus dipandang sebagai manusia. Kesalahan apapun yang diperbuatnya seharusnya tidak membuatnya berubah menjadi makhluk lain. Sekali lagi realitas tidak setuju dengan pendapat itu, manusia bisa diperlakukan dengan keji bila dia melakukan hal yang juga keji. Jadi apa perbedaanya si penjahat dan masyarakatnya? Toh mereka sama-sama berbuat keji. Idealnya manusia bisa netral dalam melihat semua kenyataan, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa manusia sangat piawai dalam menilai. Dari kecil manusia sudah diajarkan bahwa sesuatu yang salah itu buruk semua menghindari kesalahan yang berbuat salah cenderung dikucilkan yang berbuat benar diagung-agungkan. Agama juga banyak mengajarkan bagaimana hitung-hitungan dosa terkait baik dan buruk dilakukan, otomatis manusia terbiasa menghitung dan menilai mana baik mana buruk.
            The hunt, sebuah cerita bagaimana sebuah kebohongan kecil bisa menjelma seperti kebenaran. Semua mempercayainya, semua mendukungnya tidak peduli bahwa ada tuhan,  bukankah tugas menjustifikasi itu hanya miliknya?

  

No comments:

Post a Comment