Saturday, June 18, 2011

Tidak Sendiri

Sejatinya manusia memang tidak bisa hidup sendiri. Bisa mungkin, bagi orang-orang yang terbiasa hidup di hutan. Oh tidak juga, toh mereka juga bergantung walau dengan selain manusia. Hewan mungkin, pepohonan mungkin, sungai atau danau mungkin.
Baru saja menghabiskan waktu dengan seorang teman lama, yang menurut saya orang paling tegar dan mandiri yang pernah saya kenal. Tidak ada agenda khusus hanya makan sambil berbincang, lalu menemaninya mencari hadiah untuk adiknya.
Tidak disangka-sangka hadiah yang pada bayangan awal kami anggap rumit untuk ditemui ternyata dengan cara amat sederhana benda itu menunjukan batang hidungnya.
Puas! Mungkin kata itu yang bisa mewakilkan perasaan kami berdua. Harga yang di tawarkan juga pas, sesuai dengan kualitas yang kami bayangkan. Teman saya senang karena mendapatkan apa yang sedang ia cari, beitu juga dengan saya, senang karena bisa membantu sahabat saya untuk mendapatkan apa yang ketika itu ia inginkan.
            Ucapan terima kasih berkali-kali menghujam telinga saya, mungkin cara untuk meyakinkan saya bahwa ia benar-benar merasa senang atas apa yang kami peroleh.
            Jujur kalo boleh saya jujur, hal yang barusan tadi bukanlah suatu moment yang heboh namun teman saya yang satu ini tetap senang, padahal hanya sesuatu yang sepele, saya yakin dia bisa dan terbiasa melakukanya sendiri, bahkan lebih baik dari saya. Saya merasa tidak melakukan apa-apa, tapi entah kenapa kami berdua merasa sangat puas. Alasan pertama yang bisa dijadikan alasan tidak lain tidak bukan karena hadiah yang berhasil kami jinjing ke rumah. Masih ada satu alasan lagi, alasan yang kedua yang tak kalah menarik dari pada alasan pertama yaitu: kami yang sudah lama tidak bertemu bisa saling bercengkrama, duduk di satu motor tertawa terbaak-bahak, mencemooh orang,  bertukar masalah,  bercanda-canda, candaan khas anak pondok, yang mungkin hanya kami berdua yang mengerti dan berbagai aktivitas ketika SMA dulu.
            Kala itu saya gagal mendapatkan bakso idaman saya karena sudah terlalu larut, namun saya tetap senang, karena hadiah yang sangat mudah di cari dan sudah pasti bertemu dengan orang yang membeli hadiah itu, sahabat saya.
Ketika sampai di kos, saya menyempatkan bertegur sapa dengan teman-teman kos yang sedang sibuk membicarakan sebuah topik, ketika lelah datang saya pun pulang ke kamar untuk beristirahat. Tiba-tiba salah satu massengger di telephone seluler saya berbunyi, dari teman saya yang tadi rupanya, ia mengirimi saya pesan. Isinya seperti ini:

“besok kumpul sama anak ikmas (ikatan alumuni) yoook”
“ayooo..ayooook banget res. Lu ada apa deh?”
“ga apa... pengen aja hahahah”

(padahal setahu ingatan saya dia mau menghabiskan dua hari kedepan setelah hari ini untuk berkencan dengan buku-bukunya, guna menghadapi ujian. Seketika niat bulat itu terpecah. Ingin merasakan sensasi seperti tadi mungkin, sensai keluarga yang sampai saat ini saya rasa belum cukup bila harus mendeskripsikanya melalui kata.)

saya jadi mengerti, orang paling hebat sekalipun akan butuh orang lain, walau hanya untuk mendengarkan, menemani, menunggu. semuanya akan terasa lebih mudah bila kita mengerti ada orang-orang seperti itu di sekitar kita.