Zaman
saya menemukan blog mengenai traveling yaitu tahun 2009. Pada saat itu saya
menemukan hifatlobrain, blog yang berisi tentang pengalaman berjalan-jalan yang
sangat menarik. Misi mereka adalah untuk menyebarkan virus kepaa masyarakat
untuk gemar berjalan-jalan. Pada tahun itu saya melihat bahwa hifatlobrain
bagaikan harta karun karena pada saat itu jalan-jalan belum menemukan rimbanya seperti saat ini.
Dahulu,
berjalan-jalan menurut saya adalah
sebuah kesempatan yang sangat mewah, tidak semua orang bisa menikmati
jalan-jalan dengan kacamata sebagai orang yang memilih unuk menikmati hidupnya
dengan cara itu. Belum banyak superhero seperti dina dua ransel, ayos
purwoadji, trinity, bondan winarno dan pahlawan-pahlawan yang suka jalan-jalan
lainya.
Saya
bukan termasuk orang yang tanggap terhadap perkembangan gaya hidup termasuk
didalamnya perkembangan gadget. Saya telat sekali menggunakan android dan
smartphone, tapi saya tahu bahwa ada satu media sosial yang bisa menjembatani
kebiasaan jalan-jalan dan makan yaitu instagram. Salah satu yang saya selsalkan
mengapa saya terlambat menggunakan android, tapi ya tidak apalah.
Pertama
kali saya membuat ig dan membuka profile teman-teman saya, saya takjub. Betapa orang-orang
yang ada disekeliling saya sangat jago mendeskripsikan tentang momen yang
dirasakan, betapa lihai mereka mengambil gambar dari momen-momen yang mereka
jalani. Hari-hari berjalan, kecanduan saya terhadap ig semakin haeri semakin
bertambah, setiap hari saya mempunyai motivasi untuk berjalan ke suatu tempat,
supaya saya bisa membagikan momen saya dan mengambil gambar yang cantik.Saat ini
banyak kritikus yang prihatin terhadap beberapa tantanan sosial yang berganti,
ya namanya juga zaman pasti ada perubahan. Yaa namanya kritikus kalau tidak
mengkritik lalau kerjanya apa. Namun memang saat ini masyarakat yang disekitar
saya sebelum makan bukan brdoa tetapi photo-photo dulu. Tiak salah.. toh manusia
yang berada jauh diseberang sana bisa ikut menikmati walaupun hanya dengan
gambar. Memang teknologi membuat semua batas dan perbedaan waktu menjadi kabur
dan bias.
Sekarang
semua orang menyebut rutinitas makan diluar dengan wisata kuliner, menyebut
kegiatan mengunjungi suatu tempat dengan istilah, travelling, touring,
backpakeran dan istilah-istilah masa kini lainya. Sepertinya manusia saat ini
sedang mereflesikan kembali bahwa disekitar sungguh ada banyak keindahan yang
perlu disyukuri. Sungguh menyenangkan, sepertinya hifatlobrain berhasil
menyebar racun untuk mengajak orang berjalan-jalan. Setiap saya buka ig pasti
ada saja foto berlatarkan pantai, foto dengan latar pegunungan, foto dengan
makanan-makanan yang aneh-aneh.Suatu saat saya melihat ig teman saya. Sepertinya
dia memilih untuk menghabiskan sebagian hidupnya untuk berjalan-jalan, banyak
saya lihat foto-foto miliknya didominasi dengan laut, pantai, berbagai gunung
dan beberapa kesenangan lainya dan hal tersebut tidak hanya terjadi pada satu
orang saja, ada banayak. Saya bersyukur, saat ini banyak orang yang sudah melek
jalan-jalan semoga hal itu bisa memberantas kekolotan yang selama ini juga
tumbuh pesat berkembang. Sambil bersyukur tetapi saya bertanya, lalu apa? Setelah
jalan-jalan berdecak kagum dengan keindahan alam, lalu apa? Saya melihat
semuanya jadi sama, jadi seragam.
Sesungguhnya
sungguh tidak adil jika saya mengenaralisir bahwa yang sama itu salah, yang
seragam itu ngga kreatif dan apalah itu. Keraguan saya diajawab oleh teman saya
sendiri lagi, ketika saya melihat masih ada orang yang menyajikan gambar selain
restoran, laut dan gunung. Ada teman saya yang bisa melihat keindahan dari
senyum seorang anak kecil yang tidak ia kenal. Ada keindahan dibalik keriuhan
kota jakarta, ada kesejukan dibalik kesederhanaan petani dan sawah hijaunya. Saya
bersyukur ada seseorang yang membuktikan bahwa dugaan saya salah. Dugaan kalau
saya dan orang-orang yang ada disekitar saya latah. Latah jalan-jalan, melihat
kegiatan tersebut keren dan menyenangkan lalu memproduksi kegiatan itu dengan
bermodalkan “terlihat keren”. Masih ada teman saya yang bisa melihat keindahan
dari kesederhanaan, kesedehanaan yang luput dari budaya yang menyeragam.
Semoga saya dan semakin banyak lagi orang diluar sana..
Memproduksi secara utuh,
jalan-jalan sebagai pembebasan diri, membuka cakrawala dan belajar bahwa diri
kita ini bukan siapa-siapa, bahwa kita belum tahu apa. Tetapi jangan nilai
keren dan simbol-simbol yan terlihatnya saja yang diproduksi. Saya juga mau
jalan-jalan. Semoga makna-makna yang ada diluar sana ikut dikunjungi, ikut
dicari. Agar seseorang memiliki alasan dalam kepergianya dan mendapatkan
sesuatu ketika dia pulang, benar-benar sesuatu, esuatu yang mengajak untuk
mencari makna lainya.
No comments:
Post a Comment